Minggu, 10 Juni 2012

OTONOMI DAERAH & PEMBANGUNAN DAERAH



OTONOMI DAERAH & PEMBANGUNAN DAERAH

Otonomi Daerah

Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah : “Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Mahfud MD (1996 : 66) mengemukakan pendapatnya bahwa :
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah mulai dari kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Sedangkan otonomi adalah wewenang yang dimiliki daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan dan dalam rangka desentralisasi.

Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan otonomi daerah itu adalah bagaimana pemerintah daerah dapat mengelola daerahnya dengan baik dengan tidak adanya kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintah dengan swakarsa sendiri guna mencapai tujuan yang tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan.
Untuk masalah ini Supriatna, (1992 : 19) mengutarakan bahwa desentralisasi selalu menyangkut persoalan kekuatan dihubungkan dengan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabatnya di daerah atau lembaga-lembaga pemerintahan di daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan. Diungkapkan lebih lanjut bahwa bentuk-bentuk desentralisasi dalam prakteknya adalah :
1)   Dekonsentrasi atau desentralisasi administrasi yaitu pemindahan beberapa kekuasaan administratif ke kantor-kantor daerah dari Departemen Pemerintah Pusat,
2)   Devolusi atau desentralisasi politik yakni pemberian wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya kepada pejabat regional atau lokal,
3)   Delegasi yaitu pemindahan tanggungjawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur pemerintahan pusat,
4)   Privatisasi yaitu pemindahan tugas-tugas ke organisasi-organisasi sukarela atau perusahaan swasta baik yang bersifat mencari keuntungan ataupun yang tidak mencari keuntungan.
Pakar lain yaitu Rondinelli & Cheema (dalam Supriatna, 1992 : 19) mengemukakan bahwa :
Desentralisasi dilihat dari sudut pandang kebijakan dan administrasi adalah transfer perencanaan, pengambilan keputusan, atau otoritas administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit-unit administratif lokal, organisasi semi otonom dan organisasai parastatal, pemerintahan lokal, atau organisasi non pemerintah.

Dengan bahasa yang lain, Litvack & Seddon (1998 : 8) dalam Sadu Wasistiono (2002 : 17) menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada lima kondisi yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan desentralisasi yaitu :
1)   Kerangka kerja desentralisasi harus memperhatikan kaitan antara pembiayaan lokal dan kewenangan fiskal dengan fungsi dan tanggungjawab pemberian pelayanan oleh Pemerintah Daerah;
2)    Masyarakat setempat harus diberi informasi mengenai kemungkinan biaya pelayanan dan penyampaian serta sumber-sumbernya, dengan harapan keputusan yang diambil oleh Pemerintah Daerah menjadi bermakna;
3)   Masyarakat memerlukan mekanisme untuk menyampaikan pandangannya yang dapat mengikat politikus, sebagai upaya mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
4)    Harus ada sistem akuntabilitas yang berbasis pada publik dan informasi yang transparan yang memungkinkan masyarakat memonitor efektivitas kinerja Pemerintah Daerah, yang mendorong politikus dan aparatur Daerah menjadi responsif;
5)   Instrumen desentralisasi seperti kerangka kerja institusional yang sah, struktur tanggung jawab pemberian pelayanan dan sistem fiskal antar pemerintah harus didesain untuk mendorong sasaran-sasaran politikus.
Sedangkan menurut Bryan & White (1987 : 213-214) bahwa pada kenyataannya ada dua desentralisasi yaitu yang bersifat administratif dan yang bersifat politik, yakni :
Desentralisasi administratif adalah delegasi wewenang pelaksanaan kepada pejabat tingkat lokal yang bekerja dalam batas rencana dan sumber anggaran, kekuasaan dan tanggungjawab tertentu sesuai sifat hakikat jasa dan pelayanan tingkat lokaltersebut. Desentralisasi politik atau devolusi berarti wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan kepada pejabat setempat.

Pengertian desentralisasi itu sendiri menurut Sadu Wasistiono (2002 : 15) yang mengutip pandangan Litvack menyatakan bahwa :
Desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat kepada pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintahan yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Lebih lanjut juga mengemukakan bahwa desentralisasi terbagi menjadi empat tipe yaitu :
1)   Desentralisasi politik
2)   Desentralisasi administratif, yaitu memiliki tiga bentuk utama yaitu :
a. Dekonsentrasi;
b. Delegasi;
c.  Devolusi
3)   Desentralisasi fiskal;
4)    Desentralisasi ekonomi atau pasar.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Bryan & White (1987 : 226) diketahui bahwa :
Daerah akan mempunyai kemampuan yang kecil saja jika semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijakan pusat. Jika diserahi tanggungjawab dan sumber daya, kemampuan badan-badan lokal akan meningkat. Disamping itu, asas demokrasi dapat terwujud di daerah dengan adanya kesempatan rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan dan pembangunan serta Pemerintah Daerah wajib bertanggungjawab kepada rakyat setempat dan kepada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh pendapat ahli di atas maka Kaho (1987 : 38) menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pemerintahan daerah suatu negara tergantung dari bentuk negara yang bersangkutan. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi yang dapat ditentukan dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945”.
Sejak kemerdekaan ketentuan tersebut telah dioperasionalkan dengan berbagai Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada daerah sesuai asas-asas pemerintahan daerah yang dianut.




Pembangunan Daerah

Pembangunan Daerah
Adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Teori Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit karena :
·   Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah modal. Dengan data yang sangat terbatas sangat sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam membenikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah.
·   Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
·   Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan, sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan kaeluar dan suatu daerah sukar diperoleh.
·   Bagi NSB disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum. Data yang ada terbatas itupun banyak yang sulit untuk dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah.

Paradigma Baru Teori pembangunan Daerah
Pada dekade 1960-an dan 1970-an studi pembangunan ekonomi masih didominasi oleh dependencia theory. Pemikiran ini dilandasi oleh kondisi ekonomi dan sosial negara-negara yang masih terbelakang (underdeveloped countries) yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yaitu negara-negara imperalis. Penetrasi MNCs terhadap perekonomian negara-negara sedang berkembang. Pada beberapa kasus kebijakan tersebut menyebabkan nasionalisasi modal asing indenpendency berkembang sebagai respon terhadap kelemahan di dalam dependencia theory. Kemajuan perekonomian di Negara berkembang akan lebih baik melalui industrialisasi yang juga menciptakan keputusan bersama bagi perekonomian global. Pada intinya, pergeseran yang terjadi adalah peranan pemerintah semakin berkurang dalam perekonomian dan selanjutnya perekonomian dikembalikan mekanisme pasar. Peranan swasta melalui MNC’s lebih penting dalam menjalankan roda perekonomian meskipun campur tangan pemerintah masih diperlukan dalam beberapa hal. Kerjasama antara pemerintah dan swasta menjadi lebih baik sebab pada dasarnya investasi asing langsung tidak hanya menghasilkan modal, tetapi juga teknologi. Pergeseran paradigma pembangunan disebabkan pula oleh demonstration effect dari keberhasilan strategi pembangunan negara industri baru Asia (NICs). Peningkatan investasi asing langsung oleh NICs meningkat pada dua dekade terakhir, khususnya pada strategi industri yang berorientasi ekspor.

Perencanaan Pembangunan Daerah
Terdapat 3 perencanaan pembangunan daerah yaitu :
·   Pola dasar pembangunan daerah
Pola dasar pembangunan daerah analog dengan pola dasar yang tercantum dalam GBHN pada tingkat nasional, berisi garis-garis besar kebijaksanaan atau strategi dasar pembangunan daerah, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
·   Repelita Daerah
Repelita daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pola dasar pembangunan daerah yang dinyatakan berlaku dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah.
·   Rencana tahunan dan anggaran pendapatan pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Rencana tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan APBD merupakan tindakan pelaksanaan Repelita daerah, karena itu harus terlihat jelas kaitan atau hubungan antara anggaran dan repelita, seperti juga halnya hubungan antara GBHN atau pola dasar dengan repelita atau repelita daerah.

Tahap-tahap perencanaan pembangunan daerah
MPR menentukan GBHN, GBHN harus dilaksanakan oleh presiden sebagai mandataris MPR. Untuk merealisasikan dan melaksanakan tugas ini, presiden bertugas untuk menyusun rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) melalui BAPPENAS.
Untuk merumuskan Repelita dilakukan sebagai berikut :
·   Menghimpun semua rencana dri departemen dan lembaga lainnya untuk ditolak, dicek dan kemudian disinkronkan.
·   Menghimpun haluan dasar pembangunan dari semua propinsi untuk diteliti, dicek dan kemudian disinkronkan.
·   Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo social dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep rencana nasional (REPELITA).
Sebelum menyusun dan merumuskan Repelita, setiap unit operasi baik vertical maupun horizontal didalam setiap propinsi harus membuat rancangan sementara rencana pembangunan, disamping program – program rutin bagi tingkat yang lebih tinggi. Badan perencana dari organisasi tersebut menerima dan mempelajari usulan tersebut. Kemudian rencana tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk sebagai rencana departemen. Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada BAPPENAS melalui departemen dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional dilaksanakan yang didasarkan pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan dasar propinsi.

Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gaya nya itu looo

Posting Komentar