MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani jika dipahami secara
sepintas merupakan format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat
demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak manusia. Hal ini diberlakukan
ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi
dan hak-hak asasi manusia dalam menjalankan roda kepemerintahannya. Di sinilah
kemudian konsep masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan, dengan
pemberdayaan dan penguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah yang pada akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang
mampu merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia.
Sosok masyarakat madani bagaikan barang
antik yang memiliki daya tarik amat mempesona. Kehadirannya yang mampu
menyemarakkan wacana politik kontemporer dan meniupkan arah baru pemikiran
politik, bukan dikarenakan kondisi barangnya yang sama sekali baru, melainkan
disebabkan tersedianya momentum kondusif bagi pengembangan masyarakat yang
lebih baik.
Berbicara
mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali
dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat,
berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum kemudian
dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah yang
mempunyai kekuatan dan bagian darisocial control. Sejak zaman Orde
Lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi
peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat
legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang
dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena
tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno
pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam
mengeluarkan pendapat.
Sampai pada masa Orde Baru pun
pengekangan demokrasi dan penindasan hak asasi manusia kian terbuka seakan
menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapapun untuk segala usia.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus pada masa orde baru
berkembang. Misalnya kasus pemberedelan lembaga pers, seperti AJI, DETIK dan
TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang
kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasi di muka umum, apalagi ini
dilakukan pada lembaga pers yang nota benememiliki fungsi sebagai
bagian dari social control dalam menganalisa dan
mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul-betul merugikan masyarakat.
Selain itu, banyak sekali terjadi
pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga
merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan hak asasi manusia, karena
hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil
alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang sebenarnya bersifat
semu. Di sisi lain, pada era orde baru banyak terjadi tindakan-tindakan
anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini salah satu indikasi
bahwa di Indonesia – pada saat itu – tidak dan belum menyadari pentingnya
toleransi dan semangat pluralisme.
Melihat itu semua, maka secara esensial
Indonesia memang membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara
komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta
mampu menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Untuk itu, maka
diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan strategi
pemberdayaannya sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai
hasilnya secara optimal.
Dalam
hal ini, menurut Dawam ada tiga (3) strategi yang salah satunya dapat digunakan
sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia.
1. Strategi yang lebih
mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa
sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini
pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu
menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas
sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan – lebih banyak yang terbuka
terhadap perekonomian global – membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan
demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari demokrasi.
2. Strategi yang lebih
mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan
bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap
pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama diperlukan proses
demokratisasi yang pada esensinya adalah memperkuat partisipasi politik. Jika
kerangka kelembagaan ini diciptakan, maka akan dengan sendirinya timbul
masyarakat madani yang mampu mengontrol terhadap negara.
3. Strategi yang memilih
membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dan strategi pertama
dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan
penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.
Ketiga
model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh Hikam
bahwa di era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas pemberdayaan
dengan cara memahami target-target grup yang paling strategi serta penciptaan
pendekatan-pendekatan yang tepat dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu,
maka keterlibatan kaum cendekiawan, LSM, ormas sosial dan keagamaan dan
mahasiswa adalah mutlak adanya, karena merekalah yang memiliki kemampuan dan
sekaligus aktor pemberdayaan tersebut.
Konsepsi
ini dipercaya lagi dengan opini Hannah Arrendt dan Juergen Habermas yang
menekankan ruang publik yang bebas (the free public sphere). Karena
adanya ruang publik yang bebaslah, maka individu (warga negara) dapat dan
berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul serta mempublikasikan penerbitan yang berkenaan dengan
kepentingan yang lebih luas. Dan institusionalisasi dari ruang publik ini
adalah ditandai dengan lembaga-lembaga volunteer, media massa,
sekolah, partai politik, sampai pada lembaga yang dibentuk oleh negara tetapi
berfungsi sebagai lembaga pelayanan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar