Minggu, 10 Juni 2012

MASYARAKAT MADANI


MASYARAKAT MADANI


Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak manusia. Hal ini diberlakukan ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hak-hak asasi manusia dalam menjalankan roda kepemerintahannya. Di sinilah kemudian konsep masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan, dengan pemberdayaan dan penguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai hak-hak asasi manusia.
Sosok masyarakat madani bagaikan barang antik yang memiliki daya tarik amat mempesona. Kehadirannya yang mampu menyemarakkan wacana politik kontemporer dan meniupkan arah baru pemikiran politik, bukan dikarenakan kondisi barangnya yang sama sekali baru, melainkan disebabkan tersedianya momentum kondusif bagi pengembangan masyarakat yang lebih baik.
Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian darisocial control. Sejak zaman Orde Lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam mengeluarkan pendapat.
Sampai pada masa Orde Baru pun pengekangan demokrasi dan penindasan hak asasi manusia kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapapun untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus pada masa orde baru berkembang. Misalnya kasus pemberedelan lembaga pers, seperti AJI, DETIK dan TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasi di muka umum, apalagi ini dilakukan pada lembaga pers yang nota benememiliki fungsi sebagai bagian dari social control dalam menganalisa dan mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul-betul merugikan masyarakat.
Selain itu, banyak sekali terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan hak asasi manusia, karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang sebenarnya bersifat semu. Di sisi lain, pada era orde baru banyak terjadi tindakan-tindakan anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini salah satu indikasi bahwa di Indonesia – pada saat itu – tidak dan belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme.
Melihat itu semua, maka secara esensial Indonesia memang membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Untuk itu, maka diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan strategi pemberdayaannya sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal.
Dalam hal ini, menurut Dawam ada tiga (3) strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia.
1.     Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan – lebih banyak yang terbuka terhadap perekonomian global – membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari demokrasi.
2.     Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya adalah memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini diciptakan, maka akan dengan sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu mengontrol terhadap negara.
3.     Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dan strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.
Ketiga model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh Hikam bahwa di era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target-target grup yang paling strategi serta penciptaan pendekatan-pendekatan yang tepat dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka keterlibatan kaum cendekiawan, LSM, ormas sosial dan keagamaan dan mahasiswa adalah mutlak adanya, karena merekalah yang memiliki kemampuan dan sekaligus aktor pemberdayaan tersebut.
Konsepsi ini dipercaya lagi dengan opini Hannah Arrendt dan Juergen Habermas yang menekankan ruang publik yang bebas (the free public sphere). Karena adanya ruang publik yang bebaslah, maka individu (warga negara) dapat dan berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan penerbitan yang berkenaan dengan kepentingan yang lebih luas. Dan institusionalisasi dari ruang publik ini adalah ditandai dengan lembaga-lembaga volunteer, media massa, sekolah, partai politik, sampai pada lembaga yang dibentuk oleh negara tetapi berfungsi sebagai lembaga pelayanan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar